Rabu, 10 Februari 2010

BURUH ......

Hubungan buruh dan majikan kadangkal ada dalam situasi yang pelik, terutama bila perusahaan menganggap buruh hanyalah instrument produksi. Hal ini kerap menyebabkan keberadaan buruh kurang dihargai, sehingga upah, hak cuti, hak atas jaminan keselamatan, dan hak-hak lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang diabaikan.
Sering terjadi ratusan buruh menagudakan nasibnya ke wakil mereka yang ada di gedung DPRD. Mereka umunya meminta bantuan dewan untuk memfasilitasi pertemuan dengan pengusaha dalam menyelesaikan masalah perburuhan yang berlarut-larut.
Pemerintah sebetulnya sudah mengatur hubungan kerja antara buruh dan pengusaha melalui lembaga biparrtit. Buruh biasanya diwakili unit organisasi buruh yang ada di perusahaan dan perusahaan di wakili manajer SDM. Namun, tidak jarang perundingan bipartite ini tidak mencapai titik temu manakala buruh tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) ketenagakerjaan.
Ironisnya, ketika masalah ini diadukan ke instansi yang seharusnya membela buruh, malah buruhnya sendiri diperdaya dengan menjustifikasi kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan. Alasan umumnya untuk menjaga kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerjaan para buruh.jarang sekali instansi yang seharusnya membela buruh ini bersikap tegas meminta perusahaan untuk mengajukan penangguhan hak-hak buruh, termasuk upah minimum sebagaiman yang ditetapkan pemerintah.
''perlindungan''yang diberikan kepada perusahaan tidak jarang menimbulkan sikap kesewenang-wenangan dari pengusaha. Seperti yang dialami buruh Cimahi yang mendatangi gedung DPRD setempat, karena pengusaha dengan seenaknya mengingkari kesepakatan yang telah mereka buat. Bahkan, di Kab.Bandung sebagaimana yang dikeluhkan buruh yang turut demo, sebuah perusahaan dengan seenaknya membayar upah buruh Rp. 180.000/minggu atau hanya Rp. 720.000/bulan itu masih mendingan karena ada lagi perusahaan garmen di jalan Raya Laswi, jelekong, yang buruhnya ratusan hanya membayar upah rp. 100.000/minggu atau hanya Rp.400.000/bulan untuk pekerja pemula. Padahal jam kerja mereka melampaui batas jam kerja yang diatur UU ketenagakerjaan.
Bahkan di sebuah industri sepatu besar bermerek internasional di jln. Gedebage Bandung, buruh mereka 'dijatah' uang kesehatan hanya sekitar Rp.8.500 kalau mereka berobat ke balai pengobatan yang ada di pabrik untuk obat dan pemeriksaan medis hanya diberi jatah sebesar itu.
Semua ini tentu karena pengawasan yang dilakukan instansi yang berwenang, terutama Disnakertrans lemah. Kita yakin, kalau petugas Disnakertrans, khususnya yang membidangi pengawasan bisa bekerja professional dan proposional, tentu akan menjadi amunisi yang sangat berarti bagi perubahan kesejahteraan buruh kita.(GM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar