Rabu, 10 Februari 2010

pengamen

Bagaiman ya cara baik untuk menyikapi pengemis yang setiap hari menadahkan tangan di jalanan? Jika sepuluh tahun lalu, mungkin saya masih merasa iba dan segera memberi uang recehan. Akan tetapi sekarang, wajah-wajah lusuh dan raut prihatin itu sama sekali tidak mendapat simpati saya. Karena saya sadari, kini semakin banyak orang beralih profesi menjadi pengemis. Termasuk pengamen ala kadarnya denagn suara sumbang membawa kecrek tutup botol atau malah hanya tepuk tangan yang tidak jelas nada dan iramanya. Padahal, kebanyakan pengamen tadi berusia produktif yang bisa memiliki pekerjaan lain jika tidak mungkin melanjutkan sekolah.
Pernah ada murid yang malas sekolah karma setiap hari mengamen di perempatan jalan. Anak itu jelas lebih memilih mengamne karena bisa mendapat uang daripada duduk di kelas yang membosankan.
Pernah beberapa kali bertemu pengamen menyebalkan yang selalu berkata tidak sopan jika tidak diberi uang.begitukah dampak buruk menjadi pengamen? Pun pernah membaca imbauan pemerintah agar masyarakat tidak memberi uang pada pengamen jalanan karna akan semakin menyengsarakan mereka.
Imbauan itu tertulis pada plang yang dipasang di beberapa perempatan jalan. Mungkin hadirnya imbauan tersebut merupakan tindakan preventif dari pemerintah. Sayangnya, tidak banyak masyarakat tahu dan mengerti alasannya. Banyak dari mereka yang berprinsip'kalau mau, ya ngasih' kepada para pengamen itu tanpa melihat dampak buruk pemberian itu terhadap mental pengamen jalanan masa kini. Ya, kebanyakan pengamen bangga menjadi 'anak jalanan' atau 'anak buangan' sehingga mereka bisa bertindak suka-suka tanpa peduli sopan santun dan melalaikan kewajibannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar